SEBAGAI Negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi poros maritim dunia. Posisi geografis Indonesia berada di daerah khatulistiwa. Berada di antara dua benua, Asia dan Australia. Berada di antara dua samudera, Pasifik dan Hindia. Dengan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia akan menggiring Indonesia menjadi sebuah negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui revitalisasi identitas Indonesia sebagai bangsa kemaritiman.
Sekitar 90% perdagangan Global diangkut melalui laut, yang mana 40% di antaranya melewati perairan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa posisi Indonesia seterusnya akan menjadi lintasan dalam proses perekonomian dunia dan akan selalu menjadi tempat yang strategis dalam peta perdagangan dunia, karena itulah akan sangat menguntungkan bagi Indonesia jika Indonesia dapat menjadi poros maritim dunia.
Memberdayakan potensi maritim Indonesia dalam refungsionalisasi sumber daya kelautan Indonesia yang berkaitan dengan pengamanan kepentingan, dan keamanan maritim merupakan proses yang tidaklah mudah. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini tergoncang oleh adanya pandemi Covid-19. Berkaitan dengan hal itu, sudah saatnya pemerintah Indonesia membuka mata dan melihat betapa besarnya potensi tersebut dan jangan berlarut larut dalam kondisi ini.
Strategi pembenahan dalam bidang hukum kelautan merupakan akses yang sangat baik apabila dilakukan secara matang. Indonesia harus bangkit. Perjuangan menghadapai wabah juga harus diimbangi kemampuan mengembalikan dan mengembangkan kondisi perekonomian nasional melalui upaya di bidang kelautan, yang mana kita telah ketahui bersama bahwa Indonesia memiliki sekitar 17.500 pulau.
Pemerintah telah berupaya agar sumber daya di bidang kelautan dapat dikelola dan dimanfaatan secara adil, dengan menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan, misalnya Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wiayah Pesisir dan Puau-Pulau Kecil, Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, dan berbagai peraturan lainnya.
Untuk tujuan memperkuat jati diri sebagai negara maritim, juga telah dilakukan beberapa upaya yakni pemberantasan illegal unreported and unregulated (UUI) fishing serta pengembangan ekonomi maritim dan kelautan. Selain itu, dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Joko Widodo mencanangkan lima pilar utama dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia. Yang pertama adalah pembangunan kembali budaya maritim, yang kedua komitmen dalam menjaga dan mengelola, yang ketiga komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, yang keempat adalah diplomasi, dan terakhir adalah kekuatan pertahanan maritim.
Namun hal ini tidak cukup untuk mengakomodir dan merealisasikan apa yang di cita-citakan jika tidak di dukung dengan piranti regulasi yang mumpuni. Pembangunan kelautan hingga saat ini masih menghadapi berbagai kendala di dalam pelaksanaannya. Hal tersebut disebabkan belum adanya Undang-Undang yang secara komprehensif mengatur keterpaduan berbagai kepentingan sektor di wilayah laut. Kendala tersebut dapat ditemukan, baik pada lingkup perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan pengendalian. Oleh sebab itu, perlu pengaturan mengenai kelautan yang bertujuan menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan berciri nusantara dan maritim sehingga dalam menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dapat tercapai.
Selain itu, adanya konsep otonomi daerah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap pengaturan di bidang kelautan dan kemaritiman. Sistem dalam otonomi daerah memungkinkan daerah memiliki hak dan kewajiban sendiri untuk mengatur daerahnya yang mana masih tetap berada dibawah kontrol pemerintah pusat sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang telah menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 angka 6 memberikan definisi otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dilihat dari ketiga aspek yang ada pada undang-undang tersebut maka pemerintah diwajibkan untuk mengatur dan mengurus sendiri tentang urusan yang ada di masyarakat daerah masing-masing termasuk dalam hal pengelolaan daerah kelautan di masing-masing wilayah.
Konsep otonomi daerah ini berdampak terhadap kewenangan masing-masing daerah dalam mengelola daerah lautnya. Sebagian daerah ada yang menanggapi berbeda dan akhirnya mengklaim bahwa wilayah laut tertentu menjadi daerah kewenangannya sehingga laut Indonesia seakan terpecah menjadi beberapa wilayah yang terpisah. Padahal laut bukan untuk dipecah belah.
Sebagai salah satu negara dengan wilayah laut terluas di dunia, Indonesia yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi poros maritim dunia akan mengalami keterhambatan untuk mewujudkan hal tersebut. Melalui aturan yang jelas dan juga berkekuatan hukum tetap konsep otonomi daerah ini seharusnya tidak menjadi momok bagi proses Indonesia menuju poros maritim dunia sehingga pemanfaatan tersebut dapat semakin optimal demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Harmonisasi hukum kelautan dalam beberapa aspek seperti lingkup pengaturan dalam penyelenggaraan kelautan meliputi wilayah laut, pembangunan kelautan, pengelolaan kelautan, pengembangan kelautan, pengelolaan ruang laut dan pelindungan lingkungan laut, pertahanan, keamanan, penegakan hukum, keselamatan di laut, tata kelola dan kelembagaan, serta peran serta masyarakat dalam menyongsong Indoensia menjadi poros maritim dunia akan semakin terang.(*)