Migas, Makin Diburu Kian Gak Jelas
Zarnuji, S.I.Kom., M.Med.Kom. Akademisi

Migas, Makin Diburu Kian Gak Jelas

DIMANA Migas? Kemana Migas? Mana...? Ini tentu bukan lirik lagu yang dipopulerkan Ayu Ting Ting sejak pertengahan 2011. Tapi, kegaduhan kabupaten/kota yang daerahnya disinggahi kontraktor kontrak kerjasama (KKKS). Pertanyaan ini seakan menjadi keabadian yang belum terjawab secara pasti.

Pertanyaan ”dimana”, mengacu pada daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas). Apakah masuk kabupaten/kota yang jarak sumur produksi dengan daratan dibawah 4 mil atau masuk provinsi karena sumurnya berada di titik antara 4-12 mil. Nah, kalau di atas 12 mil tentu menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Pertanyaan selanjutnya adalah realisasi dana bagi hasil (DBH). Kemana aliran DBH gas bumi mengucur? Dalam undang-undang No. 33/ 2004 tentang perimbangan keuangan, pemerintah pusat mengambil jatah 69,5 persen dan sisanya diberikan ke daerah 30,5 persen.

Dana yang masuk ke daerah tersebut kemudian dibagi lagi untuk daerah penghasil 12 persen, kabupaten/kota pemerataan (di Jawa Timur misalnya ada 38 kabupaten dan kota) dijatah 12 persen dan provinsi 6 persen. Sedangkan sisanya 0,5 persen untuk pendidikan.

Beda halnya dengan DBH minyak bumi. Pemerintah pusat mengambil jatah 84,5 persen dan sisanya 15,5 persen ke daerah. Dana yang masuk ke daerah dibagi lagi untuk daerah penghasil 6 persen, kabupaten/kota pemerataan 6 persen dan provinsi 3 persen. Sisanya 0,5 persen untuk pendidikan.

Ketika wilayah produksi dan aliran dana sudah diketahui, pertanyaan berikutnya, mana jatahnya? Sebab, selama ini DBH ke daerah terkadang tidak langsung ditransfer dengan berbagai alasan. Apalagi, prosesnya harus melalui rapat rekonsiliasi tiap triwulan yang terkesan njlimet.

Ya itulah DBH migas. Makin diburu makin gak jelas. Selama ini, daerah penghasil (kabupaten/kota) seperti Kabupaten Sumenep dan Bangkalan misalnya, hanya bisa ngabru (berasal dari Bahasa Jawa kawruh; mengalah atau saling pengertian). Bisa saja dua kabupaten di Madura itu ”ngalah” ke provinsi maupun pusat yang memiliki otoritas di atasnya. Wallahu a'lam (*)