BAYI belajar tengkurap, sakit. Belajar merangkak, sakit lagi. Belajar berdiri, juga sakit. Tentu sakit yang saya maksud bukan tanda-tanda dari fase perkembangan anak, karena sakit yang diderita anak banyak faktor. Mulai dari penyesuaian dengan lingkungannya hingga karena imun Si Kecil masih rendah.
Tapi yang ingin saya katakan di sini, haruskah Si Kecil sakit terlebih dahulu supaya Si Ibu memahami arti pentingnya kesehatan anak? Haruskah pula kita terkena Corona Virus Disease (Covid-19) dulu untuk kemudian menyadari pentingnya melaksanakan protokol kesehatan?
Berbicara soal pandemi Covid-19, saya teringat kisah Calonarang, seorang janda dari Kampung Girah (sekarang Desa Gurah, Kediri). Hanya karena tidak ada satu pun yang mau kawin dengan Ratna Manggali, putrinya, disebarlah penyakit di negerinya, sehingga banyak warga yang menderita penyakit panas dan dingin.
Meski wilayah Kerajaan Kahuripan mencekam, tapi penduduk setempat tetap melakukan aktivitas sehari-hari, layaknya pada waktu sebelum ada wabah penyakit. Sehingga banyak warga yang mati bergelimpangan di jalan, di ladang, dan di sekitar pekarangan rumah penduduk setempat (bersumber dari naskah lontar 1540 Masehi).
Berdasarkan kisah Calonarang atau Mbok Girah Rondo Kuning itu, tentu saya juga tidak ingin bilang kalau kaum laki-laki harus secepatnya mengawini putri-putri dari para janda yang ada di institusi ini supaya pandemi Covid-19 tidak menjalar hingga ke Kampus Cemara.
Saya juga tidak ingin bilang kalau saya mengamini langkah pemerintah yang berpotensi untuk mengeluarkan kebijakan lockdown sebagai akibat dari pandemi yang belum kunjung membaik (baca KOMPAS.com 6/1/21). Sebab, soal kebijakan lockdown masih banyak yang perlu dipertimbangkan.
Tapi yang ingin saya katakan bahwa, Raja Airlangga (1009-1042) baru menyadari untuk minta bantuan Mpu Bharada dan Mpu Bahula yang tinggal di Lemah Tulis setelah wabah itu memakan banyak korban. Raja Kahuripan itu juga baru menyadari kalau buyut Arya Wiraraja (Mpu Bharada dan Mpu Bahula) itu adalah orang pintar dalam mencegah penyakit (baca juga Babad Manik Angkeran).
Upaya pencegahan juga baru dilakukan masyarakat sendiri setelah mereka sadar dengan banyaknya anggota keluarga yang meninggal dunia. Pencegahan yang dilakukan mulai dari mengungsi ke daerah lain dan juga tidak berinteraksi dengan penduduk sekitar. Bagaimana dengan kita? (*)