Alam dalam Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan
Penulis : Deny Feri Suharyanto, Dosen FISIP Universitas Wiraraja Madura

Alam dalam Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan

Menurut para ahli definisi pengamatan (observation) adalah melihat atau menyaksikan aktivitas yang dilakukan para responden dan atau mendengarkan apa yang dikatakan mereka. Adapun manfaat dari suatu aktifitas pengamatan menurut (Lexy J. Moleong, 174:2005) Pengamatan didasarkan pada pengalaman secara langsung. Di sini si peneliti secara langsung melihat gejala-gejala yang akan diteliti. Ataupun tanpa disadari oleh si peneliti bahwa dirinya telah melakukan penelitian. Hal ini biasanya melalui proses berpikir terhadap suatu gejala yang ditemuinya.

Berbeda dengan teknik wawancara, dalam teknik ini si peneliti  sering terjadi keraguan pada data yang diperoleh. Jangan-jangan datanya itu salah atau bias. Untuk itu peneliti bisa memanfaatkan penelitian dengan cara melakukan observasi pada objek yang akan diteliti.

Hal lain, kita juga bisa melihat sejarah ilmu pengetahuan tekanan udara dan pengukurannya. Hal besar ini diawali dari pangeran kerajaan Toskane di Italia yang tengah memerintahkan penggalian sebuah sumur sedalam 15 meter. Untuk itu sebuah pompa dipasang untuk menaikkan air dengan menyedotnya dari atas. Namun kemudian terjadilah sesuatu yang nampaknya belum dialami orang waktu itu: air berhasil dipompa ke atas hanya sampai sekitar 10 meter dari permukaan air, sedangkan sisanya tidak berhasil dilampaui. Para ahli ilmu alam pada waktu itu merasa merasa tidak mampu menerangkan kejadian ini dari sudut teori. Peristiwa ini melawan salah satu hukum alam yang sudah dianggap sah semenjak jaman Aristoteles. Hukum alam itu menyatakan bahwa tidak pernah ada sesuatu yang kosong dalam alam (horror vacui: alam merasa ngeri terhadap yang kosong).

Dari sejarah tersebut di atas pengamatan dilakukan secara spontan, yaitu tanpa beranjak dari sebuah teori, akan tetapi dari hasil pengamatannya tersebut dapat melawan hukum alam dari Aristoteles dan juga dari kearifan dan keilmuan lainnya, maka sampailah pada hukum-hukum mengenai tekanan undara dan pengukurannya.

Tahap berikutnya dalam pembentukan ilmu ialah perumusan hukum-hukum. Dibandingkan dengan hipotesis, hukum punya tiga ciri utama yang melebihi cirri-ciri hipotesis yaitu bahwa hukum itu lebih pasti, lebih berlaku secara umum, dan punya daya terang lebih kuat. Dan sama seperti hipotesis, hukum pun perlu bersifat empiris.

Secara khusus, empiris disini adalah bahwa hukum-hukum yang terbentuk harus didasarkan pada pengalaman yang ditangkap oleh panca indera manusia. Seperti yang dibahas sebelumnya mengenai ditemukannya pertama kali ilmu pengetahuan tekanan udara dan pengukurannya.

Sedangkan hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih perlu di uji secara empiris. Menurut (Nazir, 182:1999) secara garis besar kegunaan hipotesis yaitu, memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian, menyiagakan peneliti pada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh, dan sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.

Boleh dikatakan semakin pasti suatu hipotesis, maka hipotesis tersebut seolah-olah semakin berubah menjadi suatu hukum. Justru karena kepastian mutlak mengenai berlakunya suatu hipotesis tidak dapat dicapai, maka sebaliknya setiap hukum tetap mengandung unsur hipotesis. Dengan begitu bersifat sementara. Selain lebih pasti dan lebih kuat jika dibandingkan dengan hipotesis, suatu hukum ilmiah harus cukup umum. Syarat kedua ini menuntut agar hipotesis awal lama kelamaan meliputi suatu bidang yang makin luas.

Tetapi, dari kedua syarat tadi belum cukup untuk menentukan dengan jelas dimana letak batas antara hipotesis dan hukum. Untuk itu, perlu kita sadari bahwa dari hukum para ilmuan mengharapkan sesuatu yang disebut penjelasan ilmiah (scientific explanation).

Sedangkan teori ilmiah adalah gabungan dari beberapa hipotesis yang telah dilalui oleh metode keilmuan, bisa berupa konsep, proposisi, konstruk atau juga proposisi itu sendiri.

Para ilmuan umumnya bercita-cita agar hipotesis yang telah dikembangkan dan disempurnakannya lama kelamaan dapat menjadi semakin pasti, dan akhirnya dapat diterima oleh dunia ilmu sebagai teori ilmiah. Contoh-contoh mengenai hukum-hukum alam, dapat disebutkan disini, antara lain hukum yang mengatur gravitasi, bidang listrik dan magnetic, hukum tentang aliran listrik maupun listrik statis, dan masih banyak lagi hukum-hukum yang sampai sekarang masih berlaku umum. (*)