"MENYELAMI lautan tak sesulit menyelami hatimu". Ungkapan yang dimaksud dalam tulisan ini tentu bukan soal kesulitan menakar hati seseorang. Bukan pula soal perjuangan cinta yang bertepuk sebelah tangan, tapi tentang upaya menguak misteri tenggelamnya sejumlah kapal bersejarah di laut nusantara yang memerlukan kepedulian tinggi.
Ketika upaya pencarian kapal didasari dengan semangat dan hati yang tulus, tentu akan lebih mudah untuk menemukannya. Seperti Kapal Republik Indonesia (KRI) Nanggala-402 yang dinyatakan sub-sunk atau tenggelam dalam waktu lima hari pencarian sudah bisa ditemukan (https://nasional.tempo.co, 04/05/21).
Kapal tipe U-209 buatan Jerman 1978 itu ditemukan di utara perairan Bali. Kapal tersebut ditemukan setelah para pihak menemukan titik magnetik yang menguat di kedalaman 50-100 meter.
Kapal yang hilang kontak sejak Rabu, 21 April 2021 itu ditemukan pada kedalaman 838 meter. Sayangnya, kondisi kapal pecah menjadi tiga bagian dan seluruh awak KRI Nanggala-402 yang berjumlah 53 prajurit, gugur (https://www.kompas.com, 26/04/21).
Tentu waktu lima hari adalah waktu yang tergolong cepat untuk penemuan sebuah kapal yang tenggelam. Apalagi selama proses pencariannya dibantu sejumlah negara lain. Mereka mengirimkan armada terbaiknya guna mencari KRI Nanggala-402.
Bagaimana dengan pencarian kapal yang hilang puluhan hingga ratusan tahun silam? Tentu pencarian kapal bersejarah selama ini tidak menggunakan alat canggih untuk menemukan titik magnetik yang menguat, tapi lebih pada keyakinan Si Penyelam. Entah, mungkin karena tidak ada yang peduli dalam penggunaan alat diteksi canggih atau memang dianggap tidak layak untuk ditelusuri dengan modal yang besar.
Kapal Van Der Wijck misalnya, sampai sekarang masih menjadi misteri bawah laut Lamongan (https://news.detik.com, 10/03/21). Meski kapal yang tenggelam pada 1936 itu beberapa kali dilakukan pencarian, tapi hingga sekarang belum juga terendus keberadaannya.
Saat tulisan ini diturunkan, tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), Mojokerto, Jawa Timur bekerjasama dengan kabupaten setempat melakukan ekspedisi dalam menguak keberadaan kapal penumpang dan kargo itu. Mereka menurunkan tim penyelam untuk menditeksi posisi kapal.
Kapal lain yang sudah ditemukan salah satunya kapal perang yang ditengarai milik Belanda di perairan Pulau Gili Raja, Kecamatan Giligenting, Sumenep pada awal 2011. Pada dinding bangkai kapal terdapat pelat yang berlabel Fyenoord 1914 (https://arkeologibawahair.wordpress.com, 16/03/11).
Meski belum jelas mengenai skenario pengangkatannya dari dasar laut Sumenep, tapi setidaknya jejak sejarah mulai terkuak. Terutama mengenai pemanfaatan Selat Madura sebagai jalur transportasi pada zaman penjajahan Belanda. (*)