Boikot di Tengah Pandemi Jadi Masalah Baru
DEKAN Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dra. Irma Irawati P., M.Si.

Boikot di Tengah Pandemi Jadi Masalah Baru

Pada saat ini kondisi negara di dunia masih terfokus pada upaya menekan corona virus disease(Covid-19) yang masih terus menyebar. Penularan virus masih terus meningkat di banyak negara sejak pandemi ini muncul pertama kali di negara China, termasuk Indonesia penyebarannya masih tinggi. Pandemi Covid-19 mengakibatkan perekonomian banyak negara mengalami krisis.

Namun belum selesai permasalahan tentang pandemi covid-19 dengan segala dampak yang ditimbulkannya, dunia dikagetkan oleh pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron mengenai Islam, yang dinilainya bahwa Islam dalam keadaan krisis hampir di seluruh dunia. Pernyataan Emmanuel Macron yang dianggap menghina Islam tersebut mendapat kecaman dari berbagai belahan dunia sehingga memicu kemarahan negara-negara mayoritas muslim, salah satunya Indonesia. Akibatnya muncul penolakan terhadap negara Perancis dalam bentuk aksi pemboikotan produk-produk buatan Perancis.

Tindakan boikot tersebut adalah bentuk kepedulian terhadap marwah Islam, dan terjadi pada saat kondisi pandemi covid-19 di Indonesia yang masih belum menunjukkan tanda-tanda menurun atau akan berakhir. Padahal pembatasan terhadap aktivitas kelompok masyarakat yang berkerumun masih dilarang.

Sebagai ummat Islam saya juga kecewa dengan pernyataan presiden Perancis yang menilai bahwa Islam dalam keadaan krisis hampir di seluruh dunia. Disamping itu pula gambar karikatur Nabi Muhammad SAW dianggap suatu bentuk kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat. Padahal dalam Islam penggambaran Nabi Muhammad SAW secara luas dianggap tabu dan dilarang. Sehingga pernyataan tersebut melukai perasaan orang muslim di seluruh dunia dan telah memecah persatuan antar umat beragama di dunia.

Sementara Perancis adalah salah satu negara sekuler, dimana negara menjadi netral dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun tidak beragama. Begitu meyakini bahwa jika “membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi satu komunitas tertentu dapat merusak persatuan”.

Merupakan hak setiap manusia warga negara untuk bisa memiliki kebebasan dalam berekspresi namun hendaknya tidak dilakukan dengan tidak menyinggung pihak-pihak lain, apalagi sampai harus mencederai kehormatan, kesucian, kesakralan nilai dan simbol-simbol agama adalah sangat sensitif sekali.

Sebagai salah satu negara demokrasi dan berpenduduk muslim terbesar di dunia dan mengakui beberapa agama, hendaknya dalam melakukan kebebasan berekspresi, tetap mengutamakan rasa persatuan dan menjaga toleransi antar umat beragama, terutama di tengah situasi pandemi saat ini.

Berbagai upaya dilakukan untuk bisa memutus dan menekan penularan serta meredam dampak dari pandemi covid-19 di berbagai sektor, mulai dari penetapan dan penerapan protokol kesehatan, upaya pengembangan vaksin, hingga bantuan untuk masyarakat terdampak masih dilakukan. Mengutip dari Kompas.com bahwa berdasar laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 minus 5,32.

Pandemi covid-19 bisa dikatakan sebagai bencana nasional, apalagi jumlah kasus positif covid terus meningkat signifikan.Momen boikot yang dilakukan sebagai wujud rasa kebersamaan, seharusnya bisa pula diterapkan dalam memerangi dan memutus rantai penularan dari covid-19, sehingga bisa  mengembalikan keadaan di segala sektor kehidupanserta kondisi ekonomi bangsa yang terpuruk akibat dampak pandemi covid-19.

Covid-19 menjadi penyakit yang sangat ditakuti manusia di seluruh dunia. Dikarenakan penyakit ini menyerang sistem pernafasan, pneumonia akut sampai pada kematian. Fenomena globalisasi sangat berpengaruh bagi pergeseran atau perubahan tata nilai, sikap, dan perilaku pada semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kemajemukan bangsa Indonesia tidak jarang juga sering terjadi konflik, dimanapun dan kapanpun tanpa mengenal ruang dan waktu. Boikot terhadap produk-produk Perancis, menjadi sebuah konflik yang telah menjelma menjadi entitas tersendiri pada umat manusia khususnya umat muslim, ini menunjukkan semua manusia sesungguhnya memiliki nurani yang sama yakni nurani kemanusiaan.

Kendati kecewa dengan pernyataan Emmanuel Macron, tetapi diharapkan umat Muslim di Indonesia bisa bersikap lebih dewasa, bereaksi dengan menampilkan wajah Islam yang ramah. Dikhawatirkan reaksi boikot yang dilakukan akan menambah keadaan perekonomian Indonesia semakin terpuruk, karena banyak produk-produk Perancis yang dijual oleh sebagian masyarakat pelaku ekonomi menengah ke bawah. Dengan kata lain, dikhawatirkan aksi boikot tersebut tidak membawa dampak apapun khususnya pada kehidupan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat menengah ke bawah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian Indonesia saat ini sedang berada pada kondisi yang bisa dibilang tidak stabil akibat adanya pandemi covid-19. Menjadi tugas bersama antara pemerintah dan semua komponen bangsa ini tetap menjaga rasa persatuan, serta bersatu padu bahu membahu berjuang, menggiatkan semangat gotong royong dengan menjunjung nilai kebersamaan demi keselamatan dan kejayaan bangsa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan perannya masing-masing. Demi terwujudnya warga negara yang terjamin kesehatannya sehingga akan terwujud sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.(*)